Ketika saya pertama kali mendengar istilah "kolonialisme" di kelas sejarah sekolah menengah, rasanya seperti mendengar cerita dari dunia lain. Itu terdengar seperti sesuatu yang jauh, kuno, dan mungkin tidak relevan dengan kehidupan saya saat ini. Tapi semakin saya belajar, semakin saya sadar: kolonialisme dan imperialisme bukan hanya bab dalam buku sejarah. Dampaknya masih sangat terasa, bahkan dalam kehidupan sehari-hari saya sendiri—dan mungkin juga Anda.
Saya ingat satu momen saat berbicara dengan seorang teman dari Papua. Dia berbagi cerita tentang bagaimana banyak sumber daya alam di wilayahnya dieksploitasi oleh perusahaan besar, sementara masyarakat lokal sering kali tidak mendapat manfaat yang setimpal. Itu membuat saya bertanya-tanya: bagaimana mungkin ketidakadilan seperti ini masih ada? Jawabannya, ternyata, ada dalam warisan kolonialisme. Wilayah seperti Papua, yang kaya akan sumber daya, sering kali menjadi target eksploitasi sejak era penjajahan. Struktur kekuasaan yang terbentuk saat itu—di mana sumber daya diambil untuk keuntungan pihak luar—masih terus berlanjut, hanya saja sekarang dengan wajah yang berbeda.
Dan bukan cuma soal sumber daya. Ada juga dampak budaya yang lebih halus tapi mendalam. Misalnya, saya pernah berbicara dengan seorang kakek saya tentang bahasa daerah. Dia bilang, saat kecil, dia sering dimarahi gurunya jika ketahuan berbicara dalam bahasa daerah di sekolah. Bahasa Indonesia dianggap "lebih modern" atau "lebih maju." Saya nggak bisa berhenti berpikir: bukankah itu salah satu cara bagaimana kolonialisme bekerja? Dengan menghapus atau merendahkan identitas lokal, mereka menciptakan hierarki budaya yang menguntungkan pihak penjajah.
Oh, dan jangan lupa soal ekonomi. Pernah dengar istilah "negara berkembang"? Itu sering digunakan untuk menggambarkan negara-negara yang dulu dijajah. Banyak dari mereka masih terjebak dalam ketergantungan ekonomi pada negara-negara yang dulu menjajah mereka. Sistem perdagangan global yang kita punya sekarang, dengan negara-negara kaya di puncak dan negara-negara miskin di bawah, sebagian besar adalah hasil dari struktur kolonial yang belum benar-benar kita ubah.
Tapi begini, saya nggak mau bikin ini terasa seperti kuliah sejarah yang bikin ngantuk. Mari bicara soal bagaimana ini memengaruhi kita secara pribadi. Sebagai seorang kreator konten, saya sering merenung: bagaimana cara saya bisa membantu melawan dampak ini, meski kecil? Salah satu hal yang saya lakukan adalah belajar lebih banyak tentang sejarah lokal dan menceritakannya lewat tulisan saya. Saya pernah menulis tentang pahlawan daerah yang sering diabaikan dalam narasi nasional, dan itu membuka diskusi yang menarik di antara pembaca saya.
Jadi, apa pelajaran terbesar yang saya ambil dari semua ini? Bahwa kita nggak bisa benar-benar memahami dunia saat ini tanpa memahami masa lalu. Dan meskipun dampak kolonialisme terasa begitu besar, kita masih punya kekuatan untuk melawan warisannya. Entah dengan mendukung produk lokal, mempelajari bahasa daerah, atau sekadar berdiskusi soal isu ini dengan teman.
Mungkin terdengar sederhana, tapi setiap langkah kecil bisa membantu kita bergerak menuju masa depan yang lebih adil. Karena kalau kita nggak peduli, siapa lagi yang akan peduli?